Oleh : Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
HADITS PERTAMA
“Artinya : Barangsiapa membaca surat Yaasiin karena mencari keridhaan Allah Ta’ala, maka Allah akan mengampunkan dosa-dosanya yang telah lalu. Oleh karena itu, bacakan-lah surat itu untuk orang yang akan mati di antara kalian.”
[HR. Al-Baihaqi dalam kitabnya, Syu’abul Iman]
Keterangan: HADITS INI LEMAH
Lihat Dha’if Jami’ush Shaghir (no. 5785) dan Misykatul Mashaabih (no. 2178).
HADITS KEDUA
“Artinya : Barangsiapa menziarahi kubur kedua orang tuanya setiap Jum’at dan membacakan surat Yaasiin (di atasnya), maka ia akan diampuni (dosa)nya sebanyak ayat atau huruf yang dibacanya.
Keterangan: HADITS INI PALSU
Mendoakan Orang yang Sudah Meninggal
Berziarah kubur bertujuan untuk mendoakan ahli kubur, agar diringankan siksanya atau ditambahkan kenikmatannya di alam barzakh. Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang kesunnahan mendoakan orang yang sudah wafat. Dan bahwa doa itu bisa sampai kepada mereka serta berpengaruh atas nasib yang mereka alami. Tidak hanya doa dari anaknya, tapi dari siapa saja yang mendoakan.
Dan salah satu hujjahnya adalah adanya syariat shalat jenazah, yang intinya juga mendoakan jenazah tersebut. Shalat dan doa itu akan sampai kepada jenazah di alam barzakhnya. Dan shalat jenazah itu bukan hanya buat anak-anak almarhum saja, tetapi disunnahkan kepada seluruh manusia, kenal atau tidak kenal, saudara atau bukan. Dan Seluruh ulama sepakat dengan hal ini.
Khilaf Dalam Masalah Pengiriman Pahala
Yang seringkali diperdebatkan bukan masalah mendoakan orang mati, tetapi masalah pengiriman pahala ibadah orang yang masih hidup untuk di'transfer' kepada orang yang sudah mati.
Sebagian ulama menyatakan bahwa pahala yang didapat seseorang dari Allah SWT karena dia melakukan suatu perbuatan baik, tidak bisa dipindah-pindahkan ke orang lain.
Sebagian lagi membedakan antara pahala yang bersifat ibadah maliyah (terkait dengan harta) dengan yang bukan. Mereka mengatakan kalau ibadahnya bersifat maliyah, pahala bisa dipindah-pindakan kepada orang lain.
Dan ulama lainnya mengatakan bahwa segala bentuk ibadah apapun, baik maliyah atau bukan, semua bisa dipindahkan kepada orang lain.
Dengan adanya perbedaan pendapat di atas, maka urusan membaca Al-Quran dengan niat pahala dikirimkan kepada jenazah yang sudah wafat, otomatis menjadi masalah khilafiyah di kalangan para ulama. Sebagian mereka mengatakan tidak ada gunanya baca yasin, zikir dan tahlil bila diniatkan agar pahalanya bisa disampaikan kepada orang meninggal. Karena pahala tidak bisa ditransfer.
Sedangkan yang lainnya mengatakan bisa disampaikan. Karena pahala adalah hak setiap orang, maka tiap orang berhak untuk memberikannya kepada siapa saja yang dikehendakinya.
Sumber : https://www.facebook.com/TeruslahMenuntutIlmu/posts/549873571727503
Kiriman hadiah pahala bacaan Al Qur’an kepada si mayit menurut Imam Syafi'i :
Ila hadrati ruhi Fulan bin Fulan..........Alfaaatihah !
Pertanyaan:
Apakah pahala membaca Al Qur’an dan bentuk peribadahan lainnya sampai kepada mayit (orang yang sudah meninggal dunia), baik dari anak maupun selainnya?
Jawaban:
Tidak ada dalil -setahu kami- yang menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca Al Qur’an dan menghadiahkan pahalanya kepada si mayit dari kerabat atau selainnya . Seandainya pahalanya memang sampai kepada kerabat atau orang lain yang sudah mati, tentu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan bersemangat untuk melakukannya. Tentu pula beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam akan menjelaskan hal ini pada umatnya, supaya umatnya yang masih hidup memberi kemanfaatan kepada orang yang sudah mati. Padahal beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap orang yang beriman sangat menaruh kasihan dan menyayangi mereka.
Para Khulafaur Rosyidin, orang-orang sesudah mereka dan sahabat lainnya –radhiyallahu ‘anhum- yang mengikuti petunjuk beliau tidaklah kami ketahui bahwa salah seorang dari mereka menghadiahkan pahala membaca Al Qur’an kepada selainnya.
Seutama-utama kebaikan adalah dengan mengikuti petunjuk beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga petunjuk Khulafaur Rosyidin serta petunjuk sahabat radhiyallahu ‘anhum lainnya. Sejelek-jelek perkara adalah dengan mengikuti perkara yang diada-adakan (baca: bid’ah).
Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,
وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
Hati-hatilah dengan perkara yang diada-adakan karena setiap perkara yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Abu Daud no. 4607 dan Tirmidzi no. 2676. Hadits ini dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan Abu Daud dan Shohih wa Dho’if Sunan Tirmidzi)
مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.” (HR. Bukhari no. 20 dan Muslim no. 1718)
Oleh karena itu, tidaklah boleh membaca Al Qur’an untuk si mayit, pahala bacaan Al Qur’an ini juga tidak akan sampai kepada si mayit, bahkan perbuatan semacam ini termasuk bid’ah (yang tercela).
Adapun bentuk pendekatan diri pada Allah yang lainnya, jika terdapat dalil shohih yang menunjukkan sampainya pahala amalan tersebut kepada si mayit, maka wajib kita terima. Seperti sedekah yang diniatkan dari si mayit, do’a kepadanya, dan menghajikannya. Sedangkan amalan yang tidak ada dalil bahwa pahala amalan tersebut sampai pada si mayit, maka amalan tersebut tidaklah disyari’atkan sampai ditemukan dalil.
Hanya Allah-lah yang memberi taufik. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, juga kepada pengikut dan para sahabatnya.
BACAAN AL-FATIHAH ATAS ORANG YANG TELAH MENINGGAL
Oleh : Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Membacakan Al-fatihah atas orang yang telah meninggal tidak saya dapatkan adanya nash hadits yang membolehkannya. Berdasarkan hal tersebut maka tidak diperbolehkan membacakan Al-Fatihah atas orang yang sudah meninggal. Karena pada dasarnya suatu ibadah itu tidak boleh dikerjakan hingga ada suatu dalil yang menunjukkan disyari’atkannya ibadah tersebut dan bahwa perbuatan itu termasuk syari’at Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dalilnya adalah bahwasanya Allah mengingkari orang yang membuat syari’at dan ketentuan dalam agama Allah yang tidak dizinkanNya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah. Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang zhalim itu akan memperoleh adzab yang amat pedih” [Asy-Sura : 21]
Telah diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya beliau bersabda.
“Barangsiapa melaksanakan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami maka amalan tersebut tertolak”
Apabila tertolak maka termasuk perbuatan batil yang tidak ada manfaatnya. Allah berlepas dari ibadah untuk mendekatkan diri kepadaNya dengan cara demikian.
Adapun mengupah orang untuk membacakan Al-Qur’an kemudian pahalanya diberikan untuk orang yang telah meninggal termasuk perbuatan haram dan tidak diperbolehkan mengambil upah atas bacaan yang dikerjakan. Barangsiapa mengambil upah atas bacaan yang dilakukannya maka ia telah berdosa dan tidak ada pahala baginya, karena membaca Al-Qur’an termasuk ibadah, dan suatu ibadah tidak boleh dipergunakan sebagai wasilah untuk mendapatkan tujuan duniawi.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan” [Huud : 15]
[Nur ‘Alad Darbi, Juz I, I’dad Fayis Musa Abu Syaikhah]
Sumber : http://darulharis.blogspot.com/2012/05/kiriman-hadiah-al-fatihah-untuk-orang.html
Hukum Tahlilan dan Yasinan
Membaca tahlil atau Surat Yasin sejatinya adalah berzikir; zikir yang bertujuan mendoakan keluarga yang telah wafat. Hal itu bisa dilakukan secara individual maupun berjamaah. Jika dilakukan secara individual, maka kita bisa melakukannya kapan saja dan di mana saja. Jika dilakukan secara berjamaah, tentu harus berkumpul di tempat khusus. Zikir yang dilakukan secara bersama-sama, merupakan ibadah yang dianjurkan oleh Islam. Rasulullah SAW bersabda:
لاَيَقْعُدُ قَوْمٌ يَذْكُرُوْنَ عَزَّوَجَلَّ إِلاَّحَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِيْنَةُ وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيْمَنْ عِنْدَهُ (رواه مسلم)
Artinya : Tidaklah berkumpul suatu kaum sambil berzikir kepada Allah Swt, kecuali mereka akan dikelilingi oleh para malaikat. Allah Swt. akan melimpahkan rahmat kepada mereka, memberikan ketenangan hati, dan Allah akan memuji mereka di hadapan makhluk yang ada di sisi-Nya. (HR. Muslim)
Imam as-Syafi’i ra. menyatakan: “Sesungguhnya Allah Swt. telah memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk berdoa kepada-Nya, bahkan juga memerintahkan kepada Rasul-Nya. Apabila Allah Swt. memperkenankan umat Islam mendoakan saudaranya yang masih hidup, tentu diperbolehkan juga mendoakan saudaranya yang telah wafat. Dan barokah doa tersebut Insya Allah akan sampai kepada yang didoakan. Sebagaimana Allah Swt. Maha Kuasa memberi pahala kepada orang yang hidup, Allah Swt. juga Maha Kuasa memberi manfaat doa kepada mayit.” (Diriwayatkan al-Baihaqi dalam Manaqib al-Syafi’i, Juz I, hal. 430)
Dalam hadits riwayat Aisyah ra., Rasulullah saw. bersabda:
ما من ميت تصلي عليه أمة من المسلمين يبلغون مائة يشفعون له إلا شفعو فيه (صحيح مسلم)
Mayyit yang dishalati oleh seratus orang Muslimin sambil (berdoa) memintakan ampun baginya, tentu permohonan mereka akan diterima. (HR. Muslim, 1576)
Sumber : http://asahy-news.blogspot.com/2013/08/hukum-tahlilan-dan-yasinan.html
tugas agama
00.39 |
Read User's Comments(0)
Langganan:
Postingan (Atom)